Selasa, 07 April 2015

Menyatukan Cinta Ditengah Perbedaan

Cinta Tapi Beda adalah film drama Indonesia yang di release pada tahun 2012. Film ini disutradarai oleh Hanung Bramantyo dan Hestu Saputra. Film ini dibintangi oleh Agni Pratistha sebagai Diana, Reza Nangin sebagai Cahyo ,dan Choky Sitohang sebagai Oka. Selain para pemeran utama, ada aktor kawakan Jajang C Noer, August Melasz, dan nama-nama yang sering muncul di layar kaca Indonesia seperti Ratu Felisha, dan Hudson Prananjaya. Hanung Bramantyo juga muncul sebagai cameo di cafe

Seorang chef cafe ternama di Jakarta yang bernama Cahyo berniat kencan dengan kekasihnya, Mita. Tanpa disangka, ia mendapati mita sedang naik mobil bersama pria lain saat sedang dalam perjalanan pulang. Dapat menjadi pelajaran bahwa orang yang tidak mencintai kita secara tulus dapat sewaktu waktu meninggalkan kita dan kita harus bisa bangkit dari hal itu, seperti yang dilakukan Cahyo.

3 bulan kemudian, Cahyo datang ke pertunjukan teater yang dipimpin oleh bule(bahasa jawa untuk tante)nya Cahyo untuk memberikan makanan. Disana ia bertemu dengan Diana. Seorang penari penganut Agama Katolik. Selesai pentas, Cahyo dan Diana banyak berbincang bincang. Cahyo bahkan memberikan makanan yang diperuntukkan untuk bulenya karena bulenya sudah pulang sebelum mereka. Mereka pulang ke rumahnya masing-masing tanpa berkenalan terlebih dahulu sehingga mereka tidak saling mengenal nama masing-masing. Seharusnya mereka berkenalan saat pertama bertemu. Namun apa daya karena mereka merasa gugup.

Di lain hari, Diana mengunjungi cafe tempat Cahyo bekerja. Saat jam kerja Cahyo selesai, Diana sudah menunggunya untuk berbincang-bincang. Cahyo pun akhirnya memberanikan diri untuk mengajak Diana berkenalan. Di lain kesempatan, Cahyo yang berkunjung ke tempat latihan Diana, membawakan spaghetti untuknya. Hal ini biasa dilakukan orang yang baru berkenalan untuk semakin akrab satu sama lain.
Semakin hari, Diana dan Cahyo semakin dekat. Cahyo bahkan berpikir untuk menyatukan mereka dalam ikatan pernikahan. Di lain pihak, Diana juga berpikir keras bagaimana menyatukan hubungan mereka. Om dan tante Diana juga berpikir hal yang sama mengingat mereka juga merupakan pasangan berbeda keyakinan.

Cahyo mengajak Diana ke Jogjakarta untuk datang ke acara sunatan adik Cahyo. Awalnya Diana sempat ragu. Setelah mendapat saran dari tantenya, Diana pergi ke Jogja bersama cahyo. Sampai di desa tempat tinggal orang tua Cahyo, Diana berpikir untuk tidak mengenakan kalung salibnya sementara waktu. Cahyo menganggap hal itu tidak perlu dilakukan karena bapaknya Cahyo toleran. Sesampainya di rumah Cahyo, ibu Cahyo meminta tolong supaya Cahyo bicara pada Diana untuk melepas kalung salibnya untuk menjaga perasaan bapaknya. Benar saja, bapaknya Cahyo tidak suka karena Cahyo memilih calon istri yang tidak seiman. Menurut bapaknya, kalau Cahyo tetap pada pendiriannya, sama saja dengan memutus ikatan keluarga. Mendengar hal tersebut, Cahyo memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Di rumah Diana, mamanya Diana datang dari Padang dan mendengar seluruh ceritanya dari tante dan omnya Diana. Mamanya Diana menghendaki seusai ujian akhir, Diana harus ikut mamanya pulang ke Padang. Tentu Diana tidak setuju dengan perkataan mamanya, yang juga menganggap Diana sudah diislamkan oleh Cahyo di Jogja. Kedua pihak orang tua, orang tua Diana dan orang tua dari Cahyo sama-sama tidak merestui hubungan mereka karena perbedaan keyakinan diantara mereka. Pernikahan mereka memang sulit untuk terjadi dan alasan dari orang tua Cahyo dan Diana memang bisa diterima namun alangkah baiknya apabila mereka mencari penyelesaian dari masalah mereka bersama sama.

Hubungan Cahyo dan Diana semakin memburuk hingga pada akhirnya saat Cahyo berkunjung ke rumah Diana untuk bertemu ibunya Diana. Larut dalam kegalauan, Cahyo memecahkan piring saat menyajikan makanan di cafe. Sedangkan Diana tidak fokus dalam latihan tarinya. Seburuk apapun masalah yang kita hadapi, harus bisa kita kesampingkan sementara waktu agar apapun yang kita lakukan dapat terlaksana dengan baik.

Hari pementasan Diana akhirnya tiba. Hasilnya memuaskan. Cahyo menonton pertunjukan tersebut. Om dan tante Diana juga. Ibunya Diana mengundang pria dari padang untuk menonton pertunjukannya juga. Pria itu bernama Oka. Jemaat Gereja yang sama dengan Diana dan ibunya di padang. Oka akan dijodohkan dengan Diana. Di saat yang sama Cahyo melamar Diana. Ibunya Diana tentu tidak menerima lamaran dari Cahyo. Diana, ibunya, dan Oka kembali ke Padang keesokan harinya.

Tanpa sepengetahuan ibunya, Diana kembali ke jakarta dengan meninggalkan catatan kecil untuk ibunya. Cahyo dan Diana kembali mencari cara bagaimana cara menyatukan hubungan mereka. Tiba tiba mereka mendapat kabar bahwa ibunya Diana jatuh sakit. Diana langsung berangkat ke padang untuk melihat kondisi ibunya. Di sisi lain, Cahyo pulang ke Jogja untuk meminta maaf pada bapaknya. Sekesal apapun kita pada orang tua, tidak baik kita melakukan sesuatu tanpa izin mereka. Akan ada konsekuensi yang harus kita tanggung nantinya.

Melihat kondisi ibunya, Diana terpaksa menuruti kemauan ibunya. Sehari sebelum pernikahan, ia memberi tahu Cahyo bahwa ia akan menikah dengan Oka. Cahyo pun meminta izin pada ibu dan bapaknya untuk menyusul Diana ke padang. Awalnya, bapaknya sempat tidak mengizinkan, namun kemudian berubah pikiran. Di hari pernikahan, Oka menjadi pahlawan dengan membatalkan pernikahan dengan alasan supaya tidak lebih banyak lagi orang yang tersakiti akibat pernikahan yang terpaksa tersebut. Diana meminta maaf kepada ibunya, dan ibunya memberi izin kepada Diana untuk berbuat apa yang menurutnya benar. Di luar gereja, Cahyo sudah menanti kedatangan Diana.

Di dalam film ini, banyak elemen cerita yang terkesan dipaksakan. Diana yang diceritakan sebagai gadis padang, memiliki darah manado. Namun bahasa yang ia gunakan sehari hari terutama saat bicara dengan ibunya adalah bahasa padang. Disini akan timbul pemikiran orang bahwa Diana merupakan gadis Minang beragama Katolik yang tentu sangat tidak umum dan tidak biasanya.

Perubahan watak dan kepribadian tokoh dalam film ini juga terkesan tidak konsisten. Awalnya benar benar melarang dengan keras, kemudian berubah menjadi sangat lunak di akhir cerita. Endingnya juga tidak dijelaskan bagaimana kelanjutan cerita Cahyo dan Diana. Kedua orang tua mereka sudah menyetujui, namun tidak diketahui bagaimana pernikahan mereka karena KUA tidak akan menikahkan pasangan berbeda agama.
Kesimpulan yang bisa didapat dari film ini adalah hargailah perbedaan dan jangan tentang kata-kata orang tua. Apalagi rasa cinta antar insan yang berbeda keyakinan bukanlah hal yang tidak mungkin terjadi di masa sekarang ini. Harus bisa disikapi dengan bijaksana, hormati keyakinan masing-masing, niscaya Yang Maha Kuasa akan menunjukkan jalan keluar yang terbaik.

Selasa, 03 Maret 2015

Tak Semua Cinta Bisa Bersatu




https://alluva.files.wordpress.com/2013/12/tenggelamnya1.jpg“Tenggelamnya Kapal Van der Wijck” adalah film drama romantis yang disutradarai Sunil Soraya yang diadaptasi dari novel dengan judul yang sama karya Haji Abdul Marik Karim Amrullah atau yang dikenal juga dengan nama pena hamka. Filmnya sendiri disutradarai oleh Sunil Soraya. Film ini dibintangi oleh Pevita Pearce, Herjunot Ali, Reza Rahadian, dan Randy Danistha. Proses produksinya menghabiskan waktu lima tahun dan penullisan skenarionya dilakukan selama dua tahun. Film ini tayang pada tanggal 19 Desember 2013.



Tenggelamnya kapal van der wijck menceritakan seorang pemuda bernama Zainuddin yang ayahnya berasal dari minangkabau sedangkan ibunya berasal dari bugis yang pergi ke kampung halaman ayahnya di Batipuh, Padang Panjang. Di sana ia menjalin hubungan dengan kembang desanya yang bernama Hayati. Namun hubungan cinta mereka terhalang oleh tradisi yang menganggap bahwa Zainuddin tidak bersuku karena adat minangkabau yang berdasarkan garis keturunan ibu. Kebudayaan Indonesia seperti yang kita ketahui memiliki tradisi yang kuat dan cenderung memaksa. Seharusnya tidak masalah biarpun Zainuddin sudah hilang dari garis keturunannya selama ia dapat membuktikan bahwa ia bisa sukses.



 Semenjak Zainuddin bertemu dengan Hayati, kehidupannya menjadi berubah. Seolah ada yang mengisi kekosongan di hatinya. Dengan adanya pemuda bernama Aziz dari padang panjang yang kaya dan garis keturunannya jelas yang melamar Hayati, Hayati pun mengingkari janji yang ia buat dengan Zainuddin .Setelah Hayati menerima lamaran dari Aziz, Zainuddin merasa terpuruk. Sakit hatinya berdampak pada mentalnya. Hayati dan Aziz datang menjenguk Zainuddin hanya sekedar mengukuhkan kabar bahwa mereka sudah terikat dalam pernikahan dan Hayati menyuruh Zainuddin untuk mencari wanita lain yang lebih baik darinya. Zainuddin ditemani oleh sahabatnya, Bang Muluk pergi ke Batavia untuk bangkit, melupakan Hayati, dan mencoba untuk sukses dengan menulis cerita berdasarkan pengalaman pahitnya di padang panjang. Cerita tersebut pada akhirnya laris dan banyak peminatnya. Zainuddin pun akhirnya diangkat menjadi kepala cabang surat kabar di Surabaya dan mempunyai rumah yang besar di sana. Dari sini bisa diteladani bahwa saat kita jatuh dan terpuruk, kita dapat memilih untuk bangkit dan berusaha daripada diam dalam keterpurukan. Di saat itulah orang akan memandang dan mengakui kita.



Judul dari film tersebut, “Tenggelamnya Kapal Van der Wijck” tidak menggambarkan cerita film tersebut secara keseluruhan. Walaupun memang sesuai dengan judul novel  yang merupakan adaptasi dari film tersebut, tapi seharusnya bisa diubah dengan judul yang sesuai dengan tema cerita atau jalan ceritanya. Penyebab kapal Van der Wijck tenggelam juga tidak diketahui. Selain beberapa kekurangan yang sudah disebutkan, film ini mempunyai kelebihan dapat “menyihir” penonton untuk mengikuti ceritanya dari awal hingga akhir. Pesan moral dan motivasi yang disampaikan juga bagus. Suasana 1930-an begitu kental terasa dari latar, properti yang digunakan, dan dialog yang cenderung menggunakan aksen daerah.



Dari ulasan di atas, dapat disimpulkan bahwa “Tenggelamnya Kapal Van der Wijck” merupakan film romansa yang tidak boleh dianggap remeh. Banyaknya pesan moral dan motivasi yang kuat supaya orang yang patah hati tidak larut dalam kesedihan. Film ini juga mengajarkan agar kita tidak membuat janji yang tidak bisa kita tepati.